Warna dalam motif batik banyak mengacu pada warna yang bisa
memberikan / menimbulkan informasi berbagai rasa bagi si pemakainya dan
yang melihatnya. Warna dasar motif batik klassik Jawa pada awalnya dapat
kita temukan sebagai berikut:
1. Warna coklat. Warna ini dapat membangkitkan rasa kerendahan diri, kesederhanaan dan mem”bumi”, kehangatan, bagi pemakainya. (Lihat foto3)
Parang Penggede. Bunga yang sedang merekah dan kupu besar yang indah, melambangkan “kebesaran” pemilik / pemakainya (foto 3)
Dalam pemakaiannya warna coklat terutama, sering kita temukan dalam motif-motif semen (lihat foto 2). Dalam motif parang, juga digunakan warna coklat. (lihat foto3)
Motif Semen merupakan salah satu motif indah yang sering kali
dipenuhi dengan makna dan arti yang dapat kita temukan dalam Falsafah
Jawa. Suatu motif yang pada saat ini juga hanya dimiliki oleh pemilik
dompet tebal. Hal ini terjadi karena untuk menciptakan motif semen
biasanya memerlukan waktu yang cukup lama. Biasanya motif ini dilukiskan
dua kali, baik dari luar dan maupun dari dalam. Juga pengisian cecek
yang harus dilukiskan satu demi satu. Sehingga pembuatan satu kain
panjang bisa memakan waktu lebih dari 6 bulan.
2. Warna biru tua.
Rasa ketenangan, effekt kelembutan, keichlasan dan rasa kesetiaan
biasanya dapat ditunjukkan melalui pemakaian warna ini. Warna biru
biasanya dapat kita temukan dalam motif batik klassik dari Yogyakarta.
Lihat dalam motif Modang di bawah ini. Sebuah motif yang di sekeliling
kain jariknya dilukiskan bentuk-bentuk parang tuding. Dalam kain panjang
ini didasari dengan warna biru. Di dalamnya diisi dengan motif ganggong
ranthé, sejenis bunga.
Motif Modang dengan isen ganggong ranthe (foto 4)
3. Warna putih,
yang juga muncul dalam motief Yogyakartan, menunjukkan rasa
ketidakbersalahan, kesucian, ketentraman hati dan keberanian serta sifat
pemaaf si pemakainya. (foto 5) .
Membaca tentang makna warna seperti yang tersebut di atas, sangatlah
dapat dimengerti mengapa motif Sido Asih ini dikenakan dalam upacara
pernikahan adat. Menilik dari pemakaian warna putih tersirat harapan
bahwa calon pengantinnya di kemudian hari akan selalu dilimpahi dengan
kasih dan sayang dalam kehidupan berumah tangganya. (foto 5)
Sido Asih / Semen Calo / Gunung Sari latar pethak. (foto 5)
4. Dari warna-warna yang terdapat dalam motif batik juga terdapat warna yang kehitam-hitaman.
Sesungguhnya warna hitam yang dimaksudkan merupakan suatu warna biru
yang sangat tua. Sehingga tampak seperti hitam. Suatu warna yang
seringkali memberikan gambaran yang negative.
Tetapi dalam dunia perbatikan orang mengambil segi positif dari yang
biasanya bermakna negative. Jadi warna hitam dalam batik melambangkan
antara lain suatu kewibawaan, keberanian, kekuatan, ketenangan, percaya
diri dan dominasi.
Dalam motif itu diperlihatkan berbagai jenis binatang, suatu keaneka
ragaman dalam kehidupan yang toch pada akhirnya dapat saling bertenggang
rasa.
Motif batik Alas-alasan latar irengan (foto 6)
Jadi bila seseorang mengenakan motif batik tertentu itu bukan saja
berarti bahwa yang bersangkutan hanya ingin memperlihatkan betapa
indahnya motif batikannya tetapi juga sekaligus ingin dan dapat
memperlihatkan fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat yang berlaku.
Juga melalui motif batik yang dikenakannya akan tersirat harapan dan
makna ungkapan perasaannya. Dan dengan mengenakan motif tertentu si
pemakai juga ingin menyampaikan pesan, karena motif-motif tersebut tidak
terlepas dari pandangan hidup pembuatnya/ pemakainya.
Juga dari pemilihan pemberian nama tentang nama motif batik sangat
berkaitan erat dengan suatu harapan dan tujuan hidup dari pembuatnya.
Misalnya: Motif Lintang Trenggono; Motif Gringsing Buketan
Lintang Trenggono (Bintang yang berkilauan, foto 6)
Dalam Motif Lintang Trenggono dilukiskan kehadiran binatang-binatang
malam yang bermunculan seiring dengan gemerlapannya cahaya
bintang-bintang di angkasa raya. Dari si pemakainya diharapkan dapat
menggambarkan betapa puas dan bahagianya (terbebas dari beban berat)
hati si pemakai dalam menikmati kehidupan malam yang penuh dengan
gemerlapannya bintang di angkasa raya. Motif ini biasanya dikenakan
dalam resepsi-resepsi.
Motif Gringsing Buketan (foto 7)
Dalam motif gringsing digambarkan sisik ikan yang menjadi latar
belakang buketan (bouquet), ikatan bunga yang indah. Setiap sisik ikan
dilukiskan dengan warna putih dengan garis pembatas warna soga (coklat)
dan diisi dengan cecek. Si pemakai mengharapkan keindahan, keharuman
dan kebesaran bagaikan bunga dalam motif yang juga disertai dengan
kekayaan yang tak terhitungkan, seperti jumlah sisik ikan yang ada dalam
motif itu.
Dua motif di atas saya memberikan gambaran betapa luasnya makna yang terkandung dalam motif batik klassik Jawa.
Senin, 16 April 2012
Rabu, 11 April 2012
Model Baju Batik Pria & Wanita
modern untuk pria dan wanita saat ini
banyak sekali yang mencarinya di mana batik yang merupakan warisan
budaya indonesia sekarang menjadi busana nasional tidak hanya untuk
acara hajatan tetapi juga untuk kerja ato baju harian. Berbagai desain
model baju modern mulai model batik untuk kerja, model batik muslim
maupun model batik untuk sarimbit sudah tersedia sekarang.
Model Baju Batik
berbagai desain yang modern saat ini sudah banyak di jual di toko-toko
dan berbagai butik online karena saat ini baju batik lagi menjadi ladang
bisnis tak heran berbagai model kreasi jenis batik muncul.
Busana
batik makin gaya dgn variasi corak dan warna kaya khas Indonesia.
Batik kerapkali dijadikan dresscode, selain juga menjadi pilihan
pasangan saat akan menghadiri undangan resmi atau penikahan. Meski
batik apik dikenakan sebagai busana pesta, namun tak semua corak batik
akan terlihat menarik jika dikenakan seragam untuk pasangan. Anda perlu
melakukan padu-padan busana batik dgn pasangan.
Add caption |
Selasa, 10 April 2012
Pebusana Batik Meriahkan "Bike To Work"
TASIKMALAYA, (PRLM).- Sambil berseragam batik, sekitar 1.000
peserta mengikuti even tahunan sepeda santai yang diselenggarakan rumah
sakit Tasikmalaya Medical Center (TMC), yakni "Bike To Work" keliling
Kota Tasikmalaya, Minggu (8/4/12).
"Kegiatan sepeda santai itu diselenggarakan untuk mengurangi polusi udara. Dan setiap peserta kali ini tidak mengenakan pakaian biasa, melaian memakai pakaian Batik sebagai upaya melestarikan kebudayaan daerah," kata Ketua Panitia, Eka Prasetya Esabara, Minggu (8/4).
Menurut Eka, dalam mengembangkan pakaian batik khas Kota Tasikmalaya itu, tidak hanya di kalangan para pejabat saja, melainkan semua warga Kota Tasikmalaya pun mampu menjaga serta melestarikannya. Kegiatan "Bike To Work" itu dilepas Wali Kota Tasikmalaya, Syarif Hidayat, dan peserta harus menempuh jarak sekitar 12 kolometer menyusuri jalan Nagarawangi, Paseh, Ir. H. Djuanda, RE Martadinata, Cimulu, Oto Iskandar Dinata, dan jalan KHZ. Mustofa.
Salah seorang peserta, kakek Naki (69), warga Asrama Nyantong Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang mengatakan, ia baru pertama kali ini ketika olahraga bersepeda memakai pakaian batik. Biasanya ia mengenakan pakaian olah raga.
"Pakaian batik biasanya digunakan pada acara resmi seperti resepsi pernikahan. Saya sangat senang memakai baju ini seperti menghadiri perkawinan anak," kata Naki. (A-14/A-88)***
"Kegiatan sepeda santai itu diselenggarakan untuk mengurangi polusi udara. Dan setiap peserta kali ini tidak mengenakan pakaian biasa, melaian memakai pakaian Batik sebagai upaya melestarikan kebudayaan daerah," kata Ketua Panitia, Eka Prasetya Esabara, Minggu (8/4).
Menurut Eka, dalam mengembangkan pakaian batik khas Kota Tasikmalaya itu, tidak hanya di kalangan para pejabat saja, melainkan semua warga Kota Tasikmalaya pun mampu menjaga serta melestarikannya. Kegiatan "Bike To Work" itu dilepas Wali Kota Tasikmalaya, Syarif Hidayat, dan peserta harus menempuh jarak sekitar 12 kolometer menyusuri jalan Nagarawangi, Paseh, Ir. H. Djuanda, RE Martadinata, Cimulu, Oto Iskandar Dinata, dan jalan KHZ. Mustofa.
Salah seorang peserta, kakek Naki (69), warga Asrama Nyantong Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang mengatakan, ia baru pertama kali ini ketika olahraga bersepeda memakai pakaian batik. Biasanya ia mengenakan pakaian olah raga.
"Pakaian batik biasanya digunakan pada acara resmi seperti resepsi pernikahan. Saya sangat senang memakai baju ini seperti menghadiri perkawinan anak," kata Naki. (A-14/A-88)***
Demam Batik Bola Serang Samarinda
SEJAK ditetapkan sebagai warisan budaya (The World
Cultural Heritage of Humanity from Indonesia) oleh UNESCO September
2009, batik makin digemari masyarakat Indonesia. Sekarang, bukan etnis
atau golongan usia tertentu saja yang mengenakan jenis busana ini. Mulai
orang tua, anak-anak hingga kawula muda merasa nyaman berbatik. Apalagi
bila didesain gaul.
Seiring makin populernya event sepak bola tingkat domestik dan liga Eropa di layar kaca, busana batik pun menjadi sarana kreatif untuk menjadi media kecintaan terhadap klub bola. Salah satu tren fashion terbaru adalah munculnya motif batik bola dari beberapa klub sepak bola terkenal di dunia. Di antaranya, Barcelona, Real Madrid, AC Milan, Manchester United, Manchester City, Chelsea, Jeventus, AS Roma, hingga Liverpool.
Ya, bagi pecinta olahraga sepak bola utamanya usia remaja, batik bola saat ini menjadi pilihan dalam berbusana. “Baju batik bermotif bola akhir-akhir ini menjadi primadona tersendiri, terutama untuk pecinta bola yang terkenal memiliki fanatisme yang tinggi. Motif batik bola ini salah satu bentuk eksistensi batik di era modern,” ujar Zaki, penjaja batik bola di kawasan Balai Kota Samarinda Jalan Kesuma Bangsa.
Dengan balutan motif batik sablon dikombinasi kreatif dengan memadukan motif batik dengan logo-logo klub bola dunia, sambung dia, telah menjadi sesuatu yang unik dan menyita perhatian masyarakat, terutama kalangan remaja. Sudah seminggu ini Zaki memasarkan beragam motif batik berpadu logo klub bola dunia. Seperti Juventus, AC Milan, Liverpool, Barcelona, Chelsea, Manchester United, dan lainnya.
“Walaupun hanya mangkal di sini, saya ingin mengajak anak-anak muda sekarang tampil asyik dengan batik bola. Nah, karena kawasan ini setiap sore ramai warga yang jogging, saya memilih berjualan di sini,” gumam Zaki, lantas tertawa.Warnanya pun disesuaikan warna andalan klub bola itu. Baju batik Barcelona, misalnya, berwarna merah bercampur biru terang ditambah kombinasi warna kuning.
“Motif-motifnya terkesan trendi dan nyentrik. Bahan yang digunakan menggunakan kain katun, sehingga terkesan sangat santai. Tidak hanya dipakai saat ke undangan atau pesta, bahkan bisa digunakan sekadar bergaya sambil nonton pertandingan bola bersama teman,” terang Deden, yang membeli batik bola klub asal Spanyol.
Menurut Zaki, batik bola ini diperoleh dari sejumlah perajin asal Solo dan Pekalongan. Harga yang dipatok untuk satu kemeja mulai Rp 90 ribu sampai Rp 150 ribu, bergantung motif logo klub sepak bola yang ditampilkan.
Zaki menyebut harga tersebut sangat pas untuk kocek kawula muda. Buktinya, kebanyakan pembeli adalah siswa SMA, mahasiswa, hingga pekerja dengan usia 25-40 tahun. Pertama kali dijual di Samarinda, kata dia, tersedia dua lusin kemeja batik bola. Hanya beberapa hari, ludes. Kini, sebulan rata-rata terjual sampai 50-100 kemeja.
Menurutnya, sekarang ini pakaian batik mulai jauh dari kesan formal. Motifnya bisa dibikin apa saja sekreatif mungkin dan tidak ada batas untuk berkerasi tanpa harus patuh dengan pakem-pakem yang ada. (fan/ibr)
Seiring makin populernya event sepak bola tingkat domestik dan liga Eropa di layar kaca, busana batik pun menjadi sarana kreatif untuk menjadi media kecintaan terhadap klub bola. Salah satu tren fashion terbaru adalah munculnya motif batik bola dari beberapa klub sepak bola terkenal di dunia. Di antaranya, Barcelona, Real Madrid, AC Milan, Manchester United, Manchester City, Chelsea, Jeventus, AS Roma, hingga Liverpool.
Ya, bagi pecinta olahraga sepak bola utamanya usia remaja, batik bola saat ini menjadi pilihan dalam berbusana. “Baju batik bermotif bola akhir-akhir ini menjadi primadona tersendiri, terutama untuk pecinta bola yang terkenal memiliki fanatisme yang tinggi. Motif batik bola ini salah satu bentuk eksistensi batik di era modern,” ujar Zaki, penjaja batik bola di kawasan Balai Kota Samarinda Jalan Kesuma Bangsa.
Dengan balutan motif batik sablon dikombinasi kreatif dengan memadukan motif batik dengan logo-logo klub bola dunia, sambung dia, telah menjadi sesuatu yang unik dan menyita perhatian masyarakat, terutama kalangan remaja. Sudah seminggu ini Zaki memasarkan beragam motif batik berpadu logo klub bola dunia. Seperti Juventus, AC Milan, Liverpool, Barcelona, Chelsea, Manchester United, dan lainnya.
“Walaupun hanya mangkal di sini, saya ingin mengajak anak-anak muda sekarang tampil asyik dengan batik bola. Nah, karena kawasan ini setiap sore ramai warga yang jogging, saya memilih berjualan di sini,” gumam Zaki, lantas tertawa.Warnanya pun disesuaikan warna andalan klub bola itu. Baju batik Barcelona, misalnya, berwarna merah bercampur biru terang ditambah kombinasi warna kuning.
“Motif-motifnya terkesan trendi dan nyentrik. Bahan yang digunakan menggunakan kain katun, sehingga terkesan sangat santai. Tidak hanya dipakai saat ke undangan atau pesta, bahkan bisa digunakan sekadar bergaya sambil nonton pertandingan bola bersama teman,” terang Deden, yang membeli batik bola klub asal Spanyol.
Menurut Zaki, batik bola ini diperoleh dari sejumlah perajin asal Solo dan Pekalongan. Harga yang dipatok untuk satu kemeja mulai Rp 90 ribu sampai Rp 150 ribu, bergantung motif logo klub sepak bola yang ditampilkan.
Zaki menyebut harga tersebut sangat pas untuk kocek kawula muda. Buktinya, kebanyakan pembeli adalah siswa SMA, mahasiswa, hingga pekerja dengan usia 25-40 tahun. Pertama kali dijual di Samarinda, kata dia, tersedia dua lusin kemeja batik bola. Hanya beberapa hari, ludes. Kini, sebulan rata-rata terjual sampai 50-100 kemeja.
Menurutnya, sekarang ini pakaian batik mulai jauh dari kesan formal. Motifnya bisa dibikin apa saja sekreatif mungkin dan tidak ada batas untuk berkerasi tanpa harus patuh dengan pakem-pakem yang ada. (fan/ibr)
Selasa, 03 April 2012
Rabu, 28 Maret 2012
sejarah batik
SEJARAH BATIK
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)